Dan untuk cinta yang kita rasakan, bukan tidak mungkin cinta
itu hanya hasrat atau obsesi semata, yang malahan kita sebut-sebut sebagai
cinta. Well, pernahkah kamu benar-benar tahu cinta yang murni itu seperti apa?
Cinta tanpa tuntutan, cinta tanpa kemarahan, cinta tanpa keegoisan, cinta tanpa
kecemburuan, atau bahkan kita sama sekali buta tentang cinta. Karena itu,
kadang atau sering, kita tidak tahu kapan waktu untuk menyerah atau kapan waktu
untuk tetap bertahan.
Aku kenal seorang teman yang selalu perjuangkan cintanya,
dan sering, dia pertahankan cinta yang salah. Entah cinta yang diperjuangkannya
yang salah atau waktunya berjuang sudah terlambat, aku tidak terlalu paham. Aku
pernah juga berjuang sampai penghabisan, lawan keras batu kepala, sampai
akhirnya aku akan menyerah. Tidak ada yang bisa mencegahku untuk menyerah,
mungkin sama juga dengan temanku tadi, tidak ada yang bisa mencegahnya untuk
berhenti berjuang bahkan meski untuk cinta yang salah. Sampai akhirnya seorang
teman yang lain mengirim pesan “hubungan itu tentang dua orang, bukan satu”.
Pesan itu menyadarkan aku.
Akhirnya kukirim pesan pada temanku yang pertama, yang
sedang pertahankan cinta yang salah atau berjuang diwaktu yang salah.
Aku bilang; “Jika kamu mempertahankan, tidak akan ada
artinya kalau saya tidak bertahan. Dan jika saya bertahan, tentu tidak ada
artinya kalau kamu tidak mempertahankan”
*ps: berdua; kamu dan saya. Bersatu; jangan pisah. Bersama;
saling berjuang. Kita berdua bersatu atau tidak usah bersama sekalian.