Kamis, 16 Januari 2014

Basih; Bahagia Masih Sedih

Beberapa kebahagian tidak ada artinya untuk yang bersedih
Beberapa kesedihan bahkan tak akan tercium baunya oleh kebahagiaan
Terlalu sedih aku hingga tak gapai bahagiamu
Terlalu bahagia kau sampai tak usapkan kesedihanku
Terlalu bahagia aku hingga tak risaukan kejenuhanmu
Terlalu sedih kau hingga lupa ciptakan bahagia untukku
Begitu sibuknya kita oleh kebahagiaan
Apalagi dengan kesedihan
Darimana datangnya?
Tidak tahu?
Sama.
Jangan sedih melihatku tidak bersemangat samasekali
Maka aku tidak akan bahagia melihat senyummu yang kerap palsu
Kita jalani peran masing-masing
Tapi sama sekali tidak menjalankan fungsinya
Ada sedih dan bahagia
Ada kau dan aku
Mungkin Cuma mereka teman kita
Atau kita jangan menjadi kita
Agar tidak lagi berteman hanya bersama mereka

*ps : Ditulis pada 22 Oktober 2013

Rabu, 15 Januari 2014

Hujan, Aku Berharap

Angin sepoi-sepoi
Melegakan gerah yang dipantulkan panas matahari
Tiba tiba hujan
Seakan ingin meredakan kemarahan matahari
Hujan datang menyerbu derasnya
Sedangkan dia lagi termangu
Tatapannya jauh menerawang entah mencari matahari
Atau menyerahkan harapan pada hujan
Begitu pasrah napasnya yang ditarik pendek-pendek
Tidak menyadari air mataku sebentar lagi akan luruh
Maunya kukecup tengkuknya
Lalu kulingkarkan tangan-tanganku dipinggangnya
Menyandarkan daguku pada bahunya
Hujan semakin memainkan khayalanku
Aku bisikkan pada derai derainya
Agar sampaikan pada samudra
Bahwa aku selalu ingin memilikinya
Dan perhatiannya

*ps: Ditulis pada 22 Oktober 2013

Selamat!

Rasanya seperti mengenalmu dari berapa puluh tahun yang lalu!
Tidak mungkin!
Kau seakan begitu dekatnya dengan batinku
Mau mengerti apa yang belum terucap
Terlebih lagi akan menghargai yang akan terucap
Kataku waktu itu
Kau tersenyum bangganya
Selamat, kau bisa menggenggam hatiku
Seandainya kau tahu, tak banyak bahkan hampir tak ada yang mampu
Tapi kau...
Selamat, kubilang
Begitu dalamnya aku menghormatimu
Begitu jauhnya aku ikuti kehidupanmu
Bahkan rasanya ingin tak hidupi kehidupan diri sendiri
Yang biasanya terasa mengalun tapi tanpa lagu
Yang selalu tak bewarna tapi tak kelabu
Selamat, kubilang
Tak pernah ada yang bisa dan hampir tak ada yang mau
Tapi kau...
Akhirnya aku lihat senyummu yang bangga
Bisa dapatkan aku dengan mudahnya
Bisa kendalikan aku tanpa susahnya
Selamat, kubilang
Memang tak ada dan tak pernah ada yang mampu
Tapi kau...

*Ps: Ditulis 22 Oktober 2013 dengan judul "selamat, bajingan". Di post saat aku makan wafer  Selamat terenak.

Akhir-akhir ini soal Cinta

Haha akhir-akhir ini gak pernah serius nulis di blog.
Nulis asal-asal apa yang dirasa patut untuk dibaca dan it's all almost about love. hehehe
Kalau pun blog ini ada pembacanya, diambil bagusnya aja yah :))

Inginnya Berhenti Mencintaimu

Inginnya aku berhenti mencintaimu
Ketika aku tahu
Perihnya cemburu
Bayangku tak perlu
Ada di pantai yang paling memukau itu
Kasihku tak perlu
Kau bawa keliling kota
Bahkan cintaku
Tak perlu kau abadikan
Seperti cinta pertamamu
Inginnya aku berhenti mencintaimu
Ketika aku tahu
Aku gampang cemburu
Sesederhana apa kebahagiaan
Yang ada dalam benakmu?
Apakah seperti
Menyeruput kopi ditengah
Dinginnya malam?
Maka kebahagiaanku terlebih sederhana
Aku hanya ingin cemburu menyingkir
Tapi kopi hangat atau pun
Malam dingin tak bisa
Menebas perihnya
Ingin aku berhenti mencintaimu
Ketika aku tak mampu
Berdamai dengan cemburu
Atau sekedar menyembunyikannya
Atau menyimpannya
Atau kuberikan ia pada senyuman
Atau membungkusnya dalam dinginnya malam
Atau kubuang saja ke selokan
Tapi seperti bayangan
Ternyata cemburu mengekori cinta
Ku suruh dia pergi
Tapi cinta tak ada arti tanpanya
Tapi cinta terasa perih karnanya
Inginnya aku berhenti mencintaimu
Ketika aku tak bisa membebaskanmu

*ps: Ditulis 28 Oktober 2012

Sabtu, 11 Januari 2014

Maaf, Aku Tidak Bisa Lupa

Maaf, Aku tidak bisa lupa caramu melihat mataku
Aku tidak bisa lupa caramu menggenggam tanganku
Aku tidak bisa lupa caramu memujiku
Aku bahkan tidak bisa lupa caramu melukaiku

Begini...
Maaf, Aku tidak bisa lupa caramu bercerita tentang dia
Aku tidak bisa lupa caramu memperhatikan dia diam-diam
Aku tidak bisa lupa ada puisi yang kau buat untuknya
Aku tidak bisa lupa kau kirim pesan singkat merayunya
Maaf Aku tidak bisa lupa saat kecurigaanku jadi nyata

Jadi...
Maaf, Aku tidak bisa lupa banyak kebahagiaanku yang datang darimu
Aku tidak bisa lupa perjuangan kita untuk selalu bersama
Aku tidak bisa lupa kau simpan fotoku di dompet yang sudah hilang

*ps: Maaf, aku sedang ingin bikin puisi

Diam!

Tangisku sudah tidak mau meledak lagi. Beribu kesal ku pendam dan beribu dendam sudah bersarang dalam dada. Segalanya belum juga mau bertumpah ke ujung lidah. Singkatnya, aku masih sabar. Ku perhatikan dia; semakin aku sabar, semakin dia injak tengkukku.

Beberapa hari belakangan ini dia selalu berlagak seperti Tuhan. Dia menghakimiku, dia menyalahkanku, dia menilaiku, dia bahkan tidak pernah mau memaafkanku. Begitu sempurnanya dia memandang dirinya sendiri sehingga sebegitu kurangnya aku dimatanya. Wah! Tuhan Maha Kuasa menciptakan congkak manusia macam dia.

Sudah kubilang, aku tidak suka adu argumen. Mungkin belum pernah kubilang? Aku memilih diam setiap perkara orang-orang disekitarku merebak. Aku memilih diam ketika siapapun menilai aku salah dan nanti di kemudian hari, dengan diamku, dia akan sadar sendiri betapa aku yang sebenarnya benar. Wah! Aku terlalu banyak diam. Kupikir aku bisa ciptakan bahagia dari sana.

Se-lama ini, selama diamku tetap ku gunakan untuk kedamaianku sendiri, dia merasa menang. Akhirnya aku ikut caranya. Tidak lagi aku diam. Aku ladeni segala argumennya. Pembangkang! Katanya. Wah! Sekarang dia Tuhan dalam duniaku. Tuhan yang sebenarnya juga sedang diam memperhatikan kami. Atau malah aku lah yang berlagak seperti Tuhan? Tuhan masih juga diam tak menunjukkan satu apa pun. Aku memaki dalam hati. Bukan, bukan untuk Tuhan, tapi untuk kami yang berlagak Tuhan.

Lalu kami saling menghancurkan. Entah itu jawaban Tuhan, atau kelancangan kami. Tidak tahu. Bagaimanapun, aku mencintai kedamaian lebih dari apapun. Dan menurutku, diam adalah kedamaianku. Meski diamku tak mengubah apapun disekitarku, diamku telah menjadi selimut hati untuk damaiku sendiri. Bukankah aku harus mendamaikan diriku sebelum berusaha berdamai dengan sekitarku? Ah tidak tahu. Setidaknya aku enyahkan mereka yang ribut dengan lagak Tuhan itu. Aku mau diam dulu.

*ps: ditulis pada 13 Juli 2013

I Told You So

Aku sering bilang pada teman-temanku, bahwa beberapa lelaki punya trik untuk mendapatkan perempuan yang mereka mau. Aku sering bilang pada teman-temanku, bahwa kita tidak bisa mengandalkan apa yang mereka katakan. Aku juga sering bilang bahwa perempuan punya kuasa atas lelaki--bukan sebagai penguasa, tapi membawa lelaki pada kehidupan yang lebih terarah.

Salah satu teman perempuanku, yang sehari-harinya selalu bersamaku pernah bercerita. Tentang seorang lelaki yang pernah hidup beberapa lama dalam hidupnya. Mereka lewati banyak kenangan, mereka lalui banyak masalah. Tapi akhirnya lelaki itu menambatkan hatinya pada perempuan lain. Hanya katanya, karena dia tidak bisa berada jauh dari teman perempuanku itu.
Menanggapi hal seperti ini, aku juga bingung. Maunya ku bilang "berarti dia gak serius. yaudah buang aja". Tapi aku tahu perasaan temanku yang dalam. Aku tidak bisa menyuruhnya begitu saja melupakan orang yang bahkan belum mau berjuang untuk menghadapi jarak. Hehe, akhirnya aku bilang "yaudah, gausah dilupain. nikmati sakitnya. kadang-kadang sakit hati itu enak." Tapi dia masih sesenggukan. Entah dengarkan aku atau tidak.
Beberapa waktu kemudian dia datang dan bilang; Memang hidup ini tidak bisa selalu bahagia. Kadang juga sakit hati. Tapi enak juga sakit hati, kalau gak ngerasain itu, kita gak tau rasanya bahagia. Aku diam saja. Dalam hati kubilang; itu yang kumaksud waktu kemarin kau menangis, bodoh. Tapi kusayangi temanku itu. Dia memang kadang suka tidak benar-benar mendengarkan.

Ada lagi temanku yang lain. Yang memuja kesetiaan lebih dari apapun. Dari situ, aku bisa tahu tanpa diberitahu bahwa dia belum sering pacaran. Dan memang begitulah adanya. Suatu waktu, aku bercanda asal didepannya, bilang kalau kakak tingkat itu tampan dan akan kuajak kenalan. Dia tanggapi dengan serius lalu bilang "ih kamu nih kan sudah punya pacar". Lalu ku candai lagi "kan pacarku gak tau. Paling dia juga kayak gitu, kan biar sama hehehe". Anak ini polos, dia terima saja apa yang ku bilang tanpa tahu bahwa aku memang selalu suka asal omong. Dan menurutku, ini memang benar-benar candaan karena tidak mungkin aku ajak kakak tingkat itu kenalan tiba-tiba dan memang tidak ada cewek waras yang mau melakukannya dan aku masih agak waras haha, atau mukaku yang terlewat serius? haha entahlah. Yang pasti, akulah yang benar-benar tahu kapan aku becanda dan kapan aku benar-benar serius. Lalu kubilang padanya, "kita gausah terlalu kelihatan baik. kita juga perlu licik supaya gak di-licik-kan. Dia jawab "ih jahatnya". Aku diam saja.

Beberapa waktu kemudian, dia alami kejadian yang tidak pernah dia harapkan. Dia akhirnya tahu, bahwa dia terlalu baik pada orang yang sangat dia cintai. Dia terlalu jujur, dia terlalu setia, dia terlalu manis sehingga dia banyak kecewa. Dia datang padaku dan berkata "ternyata kita memang harus agak licik". Ku tambahkan "bukan licik untuk membalas, tapi licik untuk beritahu bahwa dia jahat dan supaya dia tidak jahat lagi. licik bukan berarti jahat". Mungkin kali ini dia dengarkan aku carefully. hehehe

Aku tidak pernah bawa temanku pada cara-caraku yang jelek. Ku ajak mereka ke jalan yang supaya mereka tidak banyak kecewa, tapi pakai cara bersih. haha perempuan harus lihai.
Tapi kadang beberapa temanku tidak benar-benar mendengarkan. Atau kadang salah menafsirkan.
Dan, bukan hanya mereka, kadang aku juga tidak benar-benar mendengarkan...
Karena itulah aku butuh teman-temanku. Supaya kami saling mengingatkan dan saling menghibur.

*ps: Entah kenapa orang sering salah tanggap, mereka bingung kapan aku becanda dan kapan aku serius haha

How Can I Even Try, I can Never Win...

Everywhere People Stare
Each and Every day
I can see them laugh at me
And I hear them say
"Hey you've got to hide your love away" - Beatles

Dengar lagu The Beatles hampir setiap hari. Aku kagumi lirik-lirik yang dibikin Fabulous Four ini.
Lagu yang judulnya You've Got To Hide Your Love Away punya arti tersendiri untukku. Terlebih potongan lirik yang menjadi judul post kali ini.

Melihat sekitar, memperhatikan masalah-masalah yang kadang di keluhkan padaku. Seperti semakin tersadar, kalau kita tidak pernah cukup baik di mata orang. Meski pun itu adalah orang yang kita cintai dan mencintai kita kembali. Dan mereka sering terlupa, bahwa pada dasarnya kita dan mereka tidak akan pernah bisa sempurna.

Cantik saja belum cukup kalau kau tidak punya kecerdasan. Cerdas saja tidak cukup kalau kau tidak punya keramahan. Ramah belum juga cukup kalau kau tidak punya kekayaan. Kaya bukan apa-apa kalau kau tidak punya kepribadian. Kepribadian percuma kalo tidak punya kesetiaan. Kesetiaan tidak lebih cukup kalau tidak punya kelicikan. Dan tidak akan pernah cukup sampai kapan pun. Tidak akan pernah bisa cukup baik di mata orang. Entah tidak cukup baik di mata orang--atau--tidak pernah puas dalam memandang diri sendiri. Tipis.

 Katanya, solusi paling populer yang dikatakan orang-orang bijak adalah "jadilah diri sendiri dan ikuti kata hati". Dan kau juga harus tau, jadi diri sendiri pun belum tentu sudah cukup. Mendengarkan kata orang lain juga belum tentu akan benar, karena mereka belum tentu berada pada posisi yang sama dengan keadaan yang kita alami. Semua ketidakpastian itu, semua keabstrakan itu, bikin selalu pengen bilang "how can I even try, I can never win"

*ps: Aku selalu tau apa yang aku mau.