"Kamu bisa saja
berusaha melupakan seseorang bukan karena dia menyakitimu tapi karena dia
begitu membahagiakanmu dan dia berhenti melakukannya”
Aku membacanya sebentar saja. Tapi begitu dalam kalimat itu bisa mengungkapkan perasaanku. Setelah ku pikir-pikir, tidak banyak perasaan-perasaan yang bisa kuungkapkan. Tidak banyak keterusterangan yang kubuka. Mungkin itu sebabnya orang sungguh sulit mengungkapkan cinta atau kerinduan. Atau malah mengungkapkan kekecewaan atau kemarahan. Mungkin karena itu maka ada komunikasi nonverbal. Untuk memberitahu yang tidak bisa diungkapkan. Atau untuk menyingkat perasaan yang begitu kompleks. Atau memang tidak ada kata-kata yang cukup indah untuk mewakili perasaan yang begitu misteriusnya.
Aku membacanya sebentar saja. Tapi begitu dalam kalimat itu bisa mengungkapkan perasaanku. Setelah ku pikir-pikir, tidak banyak perasaan-perasaan yang bisa kuungkapkan. Tidak banyak keterusterangan yang kubuka. Mungkin itu sebabnya orang sungguh sulit mengungkapkan cinta atau kerinduan. Atau malah mengungkapkan kekecewaan atau kemarahan. Mungkin karena itu maka ada komunikasi nonverbal. Untuk memberitahu yang tidak bisa diungkapkan. Atau untuk menyingkat perasaan yang begitu kompleks. Atau memang tidak ada kata-kata yang cukup indah untuk mewakili perasaan yang begitu misteriusnya.
Lagi, memang banyak perasaan-perasaan yang kutelan. Terlalu takut mengungkapkan yang sebenarnya. Terlalu takut untuk kecewa jika perasaan tidak mendapat sambutan. Atau terlalu takut untuk tidak sengaja menyakiti orang lain. Maka sudah terbiasa perasaan ini tidak di verbalkan. Mungkin ada terungkap pada simbol-simbol kelakuan. Tapi siapa mau peduli dan memperhatikan gerak-gerik tanpa tidak pasti akan bisa menerjemahkannya dengan tepat? Kurasa jarang ada yang mau.
Perasaan yang tidak diungkapkan itu, tentu bisa terlupa begitu saja. Tapi kalau-kalau ia teringat lagi, maka akan sangat menyesal kenapa tidak diungkapkan. Atau malah sebaliknya, menyesali kenapa perasaan itu mesti terungkapkan. Ada perasaan-perasaan yang mesti diungkapkan untuk sekedar melegakan dada. Ada pula yang mesti disembunyikan agar supaya tidak menyebabkan berbagai macam kerusakan. Tinggal bagaimana caramu mengungkapkan perasaan-perasaan itu pada orang yang tepat dan menyembunyikan perasaan-perasaan itu dari orang yang salah. Dan tidak semua perbuatanmu selalu bisa tepat, kau mesti harus banyak salah dahulu.
Dari perasaan-perasaan yang tidak pernah diungkapkan itu, rasa-rasanya dada ini sudah penuh. Mau membuangnya, sayang. Mau kusimpan, tapi kebanyakan. Mau kuberikan, tapi pada siapa. Aku jadi takut sendiri nanti bisa-bisa aku meledak seperti bom waktu. Maka kali ini aku berjuang untuk melupakan saja perasaan-perasaan yang ingin diungkapkan atau yang tidak bisa diungkapkan atau yang sudah terlanjur terungkapkan. Karena sungguh, berat sekali rasanya kalau terus dipikirkan. Haha tapi tidak sesingkat itu. Dengan hanya niat ingin melupakan, tidak dengan otomatis perasaan-perasaan itu sirna begitu saja. Mereka malah tersimpan jauh lebih dalam lagi dan akan terkuak jika sedikit saja tersenggol kalimat sindiran. Seperi kalimat yang paling atas tadi. Ah kasihannya kau, perasaan.
Berbicara tentang melupakan, aku memang sedang ingin melupakan. Seperti kalimat pertama yang kau baca tadi. Pertamanya, kukira aku bahagia karena perlakuannya. Kukira aku bisa dengan mudah akan melupakannya jika dia tidak melakukan hal yang sama lagi. Singkatnya, bukannya aku takut kehilangan dirimu tapi aku takut kehilangan cintamu. Dia begitu membahagiakanku dan dia berhenti melakukannya. Sehingga aku tidak lagi mengharapkan dia untuk mengembalikan perlakuan awalnya, dan mencari perlakuan yang sama tapi pada orang yang berbeda. Setelah dapat, ternyata aku malah mengharapkan dia-lah yang melakukan hal itu. Singkatnya, aku takut kehilangan dia dan cintanya. Perasaan yang dia tidak akan mengerti ini, tidak tahu harus kuapakan. Sepertinya, diungkapkan atau tidak, hasilnya akan tetap sama; aku akan menyesalinya. Yasudah, aku tuliskan saja pada kalian semua, agar kalian lebih tahu bagaimana mestinya perasaan-perasaan itu diperlakukan. Atau malah sudah takdirnya untuk hanya dirasa, lalu dibuang begitu saja.
*ps: It’s called Monroe is Bleeding. And it’s one level above Bloody Monroe